Penyuka Bintang

Selasa, 28 Juli 2015

Dia, Bayi Besarku

Bandung, 28 Juli 2015

Ini adalah tulisan pertamaku yang tanpa penuh keterpaksaan. Tulisan selain surat-surat yang begitu mengalir saja.

Aku masih mengingat bagaimana dia begitu sabarnya memberi semangat padaku untuk terus menulis. Sedang aku belum bisa menulis lagi, sebab aku hanya bisa menulis ketika patah hati menyergap.

Dan selama kurang lebih 726 hari ini adalah tulisan yang tanpa penuh keterpaksaan bukan karna patah hati melainkan kerinduan yang teramat dalam melebih yag kian menyiksa batin.

Hari demi hari aku menanti wajahnya bertemu dengan wajahku. Dia di Ujung Timur Jawa dan aku di pertengahan Jawa Barat.

Ketika pertama awal jumpa dengannya, dia menjelaskan tentang semuanya termasuk keluarganya,”Nita, aku adalah anak petani yang terlahir dari keluarga sederhana” .


Kucermati dalam-dalam sudut bola matanya, wajahnya,” kamu adalah lelaki yang baik dan tanggungjawab”, hatiku berkata saat itu.

Sungguh ketika aku mencari imam atau calon suami, calon ayah dari anak-anakku, sungguh aku tak memperdulikan bagaimana materi atau sebagainya. Asalkan dia berilmu, beriman dan bertanggngjawab itu cukup bagiku.

Sebab pandanganku buat apa kita mencari yang kaya tetapi dia memperlakukan istrinya dengan semena-menanya.

Cukuplah dia berilmu, beriman, bertanggungjawab serta bisa untuk diajak komunikasi, berbagi serta sama visi dan misi untuk berumahtangga. Itu sudah cukup bagiku.

Dan kaulah nama itu yang selalu aku rindukan pada saat aku meneteskan air mata, pada saat do’a-do’a itu. Tuhan tlah mengabulkan permintaanku. Dan sebelum bertemu denganmu. Tentunya aku bersikeras untuk mengualitaskan diriku.

Saat itu sebelum menerima komitmennya aku menantangnya dan dia menerima tantanganku unttuk menulis resesnsi buku 7 keajaiban Rezeki kaya Ippho Santosa, dia mencari-cari toko buku dan harus ke Malang untuk menemukan buku itu serta begitu seriusnya meresensi saat itulah aku menginvestasikan hati ini padanya. Sebab aku adalah seorang wanita yang begitu sangat hati-hati berinvestasi pada seorang laki-laki.

Kita hubungan jarak-jauh selama 6 bulan saat itu setelah resmi mencoba berkomitmen, setelah pertemuan terakhir di Pare Kediri. Dan aku masih mengingat bagaimana saat itu kita memiliki konflik yang begitu besar dan menaruhkan kepercayaan yang selama ini aku taruhkan padanya.
 Dan pada akhirnya dia memutuskan unttuk ke Bandung padahal saat itu kota tersebut sangat asing baginya.

Namun atas keyakinan yang teramat akhirnya dia membuktikan untuk bertemu dengan kedua orangtuaku yang saat itu sebelumnya dia harus meminta restu izin kepada Bapak dan Emak. “Biasanya emak pemilih tapi entah kenapa emak mengizinkanku untuk ke Bandung dan bertemu denganmu”, katanya.

Sampai di 726 hari ini aku selalu sedih saat melihat laju kereta api entah itu arah ke Barat pun Timur pun arah ke mana saja. Alasaannya hanya satu. Aku ingat dia. Aku ingat dia, ingat senyumnya, ingat bagimana ia tergopoh-gopoh membewa koper dan sekarung oleh-oleh. Aku ingat semuanya.

Saat perpisahaan di Pare saat aku akan pulang ke Bandung. Dan baru pertama kalinya aku melihat tetesan air matanya jatuh ke permukaan pipinya, berlinang.
“Aku cengeng mengapa aku sedih melihat Nita pulang ke Bandung padahal kita baru berkenalan 2 hari”, katanya

Sedang saat itu aku hanya melambaikan tangannya dan dia tak beranjak pergi dan saat kereta api berlalu hampir menabrak.

Pengalamannya saat itu teralami juga olehku. Saat mengantarnya ke statsiun Kiara Condong. Aku mengingat bagaimana aku tak boleh mengantarkannya menuju kereta api. Meski kau berbohong dan mengatakan para petugas itu bahwa aku ini istrinya.
“Bapak ini istriku, boleh ya Bapak dia mengantarkaku sampai kereta api. Bapak dia istriku. Bisa ya Bapa!” Petugas itu bersikeras dan berkata tidak bisa
“Bapak dia istriku”
“ Bapak dia istriku”
“ Bisa ya Bapak”
“Bapak dia istriku”
Dan kata-kata itu terus dia ulang.


 Air mata kita saling berjatuhan. Berderai sangat deras. Dan pada saat itu pula aku lari sekencangnya menuju statsiun lama, hanya kerna ingin melihat wajahnya.
Peristiwa itu sangat sedih dan hal yang paling mengharukan saat itu.

Saat ini aku mengingat semuanya. Saat menulis ini air mataku jatuh. Kerna mengingat duka serta rindu yang melebih.

Aku sangat bersyukur Tuhan tlah mengahdirkan sesosok dia, bayi besarku yang sabarnya tak terbatas, selalu menuntunku ke arah baik, mau mendengarkan keluh kesahku, mau berbagi serta saling melengkapi dan menerima kekuranganku. Dialah Bayi besarku yang matanya selalu bening dan teduh.

Dan semoga di sana dia, bayi besarku senantiasa sehat dan tidak bersedih lagi. Percayalah Allah akan melancarkan semuanya. Melancarka rezeki kita dan melancarkan segalanya. Semoga sehat selalu. Amin.

*Rancaekek, 29-07-2015 saat menulis ini diringi lagu Lois Amstrong with Kenny G "What a wonderful world'

Tidak ada komentar: